Nama :
Ponco aji pangestu
Kelas :
3EA40
Npm :
18214458
Tugas ke 7
Ø Menjelaskan mengenai koperasi di negara
berkembang
· Pembangunan Koperasi di Indonesia
Sejarah kelahiran dan berkembangnya koperasi
di negara maju (barat) dan negara berkembang memang sangat diametral. Di barat
koperasi lahir sebagai gerakan untuk melawan ketidakadilan pasar, oleh karena
itu tumbuh dan berkembang dalam suasana persaingan pasar. Bahkan dengan
kekuatannya itu koperasi meraih posisi tawar dan kedudukan penting da lam
konstelasi kebijakan ekonomi termasuk dalam perundingan internasional.
Peraturan perundangan yang mengatur koperasi tumbuh kemudian sebagai tuntutan
masyarakat koperasi dalam rangka melindungi dirinya.
Di negara berkembang koperasi dirasa perlu
dihadirkan dalam kerangka membangun institusi yang dapat menjadi mitra negara
dalam menggerakkan pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Oleh
karena itu kesadaran antara kesamaan dan kemuliaan tujuan negara dan gerakan
koperasi dalam memperjuangkan peningkatan kesejahteraan masyarakat ditonjolkan
di negara berkembang, baik oleh pemerintah kolonial maupun pemerintahan bangsa
sendiri setelah kemerdekaan, berbagai peraturan perundangan yang mengatur
koperasi dilahirkan dengan maksud mempercepat pengenalan koperasi dan
memberikan arah bagi pengembangan koperasi serta dukungan/perlindungan yang
diperlukan.
Pembangunan koperasi dapat diartikan sebagai
proses perubahan yang menyangkut kehidupan perkoperasian Indonesia guna
mencapai kesejahteraan anggotanya. Tujuan pembangunan koperasi di Indonesia
adalah menciptakan keadaan masyarakat khususnya anggota koperasi agar mampu
mengurus dirinya sendiri (self help).
· Permasalahan dalam Pembangunan Koperasi
Koperasi bukan kumpulan modal, dengan demikian
tujuan pokoknya harus benar-benar mengabdi untuk kepentingan anggota dan
masyarakat di sekitarnya. Pembangunan koperasi di Indonesia dihadapkan pada dua
masalah pokok yaitu masalah internal dan eksternal koperasi.
Masalah internal koperasi antara lain:
kurangnya pemahaman anggota akan manfaat koperasi dan pengetahuan tentang
kewajiban sebagai anggota. Harus ada sekelompok orang yang punya kepentingan
ekonomi bersama yang bersedia bekerja sama dan mengadakan ikatan sosial. Dalam
kelompok tersebut harus ada tokoh yang berfungsi sebagai penggerak
organisatoris untuk menggerakkan koperasi ke arah sasaran yang benar.
Masalah eksternal koperasi antara lain iklim
yang mendukung pertumbuhan koperasi belum selaras dengan kehendak anggota
koperasi, seperti kebijakan pemerintah yang jelas dan efektif untuk perjuangan
koperasi, sistem prasarana, pelayanan, pendidikan, dan penyuluhan.
· Kunci Pembangunan Koperasi
Menurut Ace Partadiredja dosen Fakultas
Ekonomi Universitas Gajah Mada, faktor-faktor yang menghambat pertumbuhan
koperasi Indonesia adalah rendahnya tingkat kecerdasan masyarakat Indonesia.
Hal ini disebabkan karena pemerataan tingkat pendidikan sampai ke pelosok baru
dimulai pada tahun 1986, sehingga dampaknya baru bisa dirasakan paling tidak 15
tahun setelahnya.
Berbeda dengan Ace Partadiredja, Baharuddin
berpendapat bahwa faktor penghambat dalam pembangunan koperasi adalah kurangnya
dedikasi pengurus terhadap kelangsungan hidup koperasi. Ini berarti bahwa
kepribadian dan mental pengurus, pengawas, dan manajer belum berjiwa koperasi
sehingga masih perlu diperbaiki lagi.
Prof. Wagiono Ismangil berpendapat bahwa
faktor penghambat kemajuan koperasi adalah kurangnya kerja sama di bidang
ekonomi dari masyarakat kota. Kerja sama di bidang sosial (gotong royong)
memang sudah kuat, tetapi kerja sama di bidang usaha dirasakan masih lemah,
padahal kerja sama di bidang ekonomi merupakan faktor yang sangat menentukan
kemajuan lembaga koperasi.
Ketiga masalah di atas merupakan inti dari
masalah manajemen koperasi dan merupakan kunci maju atau tidaknya koperasi di
Indonesia. Untuk meningkatkan kualitas koperasi, diperlukan keterkaitan
timbal balik antara manajemen profesional dan dukungan kepercayaan dari
anggota. Mengingat tantangan yang harus dihadapi koperasi pada waktu yang akan
datang semakin besar, maka koperasi perlu dikelola dengan menerapkan manajemen
yang profesional serta menetapkan kaidah efektivitas dan efisiensi. Untuk
keperluan ini, koperasi dan pembina koperasi perlu melakukan pembinaan dan
pendidikan yang lebih intensif untuk tugas-tugas operasional. Dalam
melaksanakan tugas tersebut, apabila belum mempunyai tenaga profesional yang
tetap, dapat dilakukan dengan bekerja sama dengan lembaga-lembaga pendidikan
yang terkait.
Dekan Fakultas Administrasi Bisnis universitas
Nebraska Gaay Schwediman, berpendapat bahwa untuk kemajuan koperasi maka
manajemen tradisional perlu diganti dengan manajemen modern yang mempunyai
ciri-ciri sebagai berikut:
§ semua
anggota diperlakukan secara adil,
§ didukung
administrasi yang canggih,
§ koperasi
yang kecil dan lemah dapat bergabung (merjer) agar menjadi koperasi yang lebih
kuat dan sehat,
§ pembuatan
kebijakan dipusatkan pada sentra-sentra yang layak,
§ petugas
pemasaran koperasi harus bersifat agresif dengan menjemput bola bukan hanya
menunggu pembeli,
§ kebijakan
penerimaan pegawai didasarkan atas kebutuhan, yaitu yang terbaik untuk
kepentingan koperasi,
§ manajer
selalu memperhatikan fungsi perencanaan dan masalah yang strategis,
§ memprioritaskan
keuntungan tanpa mengabaikan pelayanan yang baik kepada anggota dan pelanggan
lainnya,
§ perhatian
manajemen pada faktor persaingan eksternal harus seimbang dengan masalah
internal dan harus selalu melakukan konsultasi dengan pengurus dan pengawas,
§ keputusan
usaha dibuat berdasarkan keyakinan untuk memperhatikan kelangsungan organisasi
dalam jangka panjang,
§ selalu
memikirkan pembinaan dan promosi karyawan,
§ pendidikan
anggota menjadi salah satu program yang rutin untuk dilaksanakan.
Ø Kendala
yang dihadapi masyarakat dalam mengembangkan koperasi di negara
berkembangadalah sebagai berikut :
· Sering koperasi hanya dianggap sebagai
organisasi swadaya yang otonom partisipatif dan demokratis dari rakyat kecil
(kelas bawah) seperti petani, pengrajin, pedagang dan pekerja/buruh
· Disamping itu ada berbagai pendapat yang
berbeda dan diskusi-diskusi yang controversial mengenai keberhasilan dan
kegagalan seta dampak koperasi terhadapa proses pembangunan ekonomi social di
negara-negara dunia ketiga (sedang berkembang) merupakan alas an yang mendesak
untuk mengadakan perbaikan tatacara evaluasi atas organisasi-organisasi swadaya
koperasi.
· Kriteria ( tolok ukur) yang dipergunakan untuk
mengevaluasi koperasi seperti perkembangan anggota, dan hasil penjualan
koperasi kepada anggota, pangsa pasar penjualan koperasi, modal penyertaan para
anggota, cadangan SHU, rabat dan sebagainya, telah dan masih sering digunakan
sebagai indikator mengenai efisiensi koperasi.
Konsepsi mengenai sponsor pemerintah dalam
perkembangan koperasi yang otonom dalam bentuk model tiga tahap, yaitu :
Ø Tahap
pertama : Offisialisasi
Mendukung perintisan pembentukan Organisasi
Koperasi.
Tujuan utama selama tahap ini adalah merintis
pembentukan koperasi dari perusahaan koperasi, menurut ukuran, struktur dan
kemampuan manajemennya,cukup mampu melayani kepentingan para anggotanya secara
efisien dengan menawarkan barang dan jasa yang sesuai dengan tujuan dan
kebutuhannya dengan harapan agar dalam jangka panjang mampu dipenuhi sendiri
oleh organisasi koperasi yang otonom.
Terdapat 2 jenis kebijakan dan program yang
berkaitan dengan pengkoperasian, yaitu :
1. Kebijakan dan program pendukung yang diarahkan
pada perintisan dan pembentukan organisasi koperasi, kebijakan dan program ini
dapat dibedakan pula, atas kebijakan dan program khusus misalnya untuk :
a) Membangkitkan motivasi, mendidik dan melatih
para anggota dan para anggota pengurus kelompok koperasi.
b) Membentuk perusahaan koperasi ( termasuk
latihan bagi para manager dan karyawan)
c) Menciptakan struktur organisasi koperasi
primer yang memadai ( termasuk sistem kontribusi dan insentif, serta pengaturan
distribusi potensi yang tersedia) dan,
d) Membangun sistem keterpaduan antar lembaga koperasi sekunder dan
tersier yang memadai.
2. Kebijakan dan program diarahkan untuk
mendukung perekonomian para anggota, masing-masing, dan yang dilaksanakan
melalui koperasi terutama perusahaan koperasi yang berperan seperti
organisasi-organisasi pembangunan lainnya.
Ø Tahap
kedua : De Offisialisasi
Melepaskan koperasi dari ketergantungannya
pada sponsor dan pengawasan teknis, Manajemen dan keuangan secara langsung dari
organisasi yand dikendalikan oleh Negara.
Tujuan utama dari tahap ini adalah mendukung
perkembangan sendiri koperasi ketingkat kemandirian dan otonomi artinya,
bantuan, bimbingan dan pengawasan atau pengendalian langsung harus dikurangi.
Kelemahan-kelemahan dalam penerapan kebijakan
dan program yang mensponsori pengembangan koperasi :
1. Untuk membangkitkan motivasi para petani agar
menjadi anggota koperasi desa, ditumbuhkan harapan-harapan yang tidak realistis
pada kerjasama dalam koperasi bagi para anggota dan diberikan janji-janji
mengenai perlakuan istimewa melalui pemberian bantuan pemerintah.
2. Selama proses pembentukan koperasi persyaratan
dan kriteria yang yang mendasari pembentukan kelompok-kelompok koperasi yang
kuatdan, efisien, dan perusahaan koperasi yang mampu mempertahankan
kelangsungan hidupnya secara otonom, tidak mendapat pertimbangan yang cukup.
3. Karena alas an-alasan administrative, kegiatan
pemerintah seringkali dipusatkan pada pembentukan perusahaan koperasi, dan
mengabaikan penyuluhan, pendidikan dan latihan para naggota, anggota pengurus
dan manajer yang dinamis, dan terutama mengabaikan pula strategi-strategi yang
mendukung perkembangan sendiri atas dasar keikutsertaan anggota koperasi.
4. Koperasi telah dibebani dengan tugas-tugas
untuk menyediakan berbagai jenis jasa bagi para anggotanya (misalnya kredit),
sekalipun langkah-langkah yang diperlukan dan bersifat melengkapi belum
dilakukan oleh badan pemerintah yang bersangkutan (misalnya penyuluhan)
5. Koperasi telah diserahi tugas, atau ditugaskan
untuk menangani program pemerintah, walaupun perusahaan koperasi tersebut belum
memiliki kemampuan yang diperlukan bagi keberhasilan pelaksanaan tugas dan
program itu
6. Tujuan dan kegiatan perusahaan koperasi (yang
secara administratif dipengaruhi oleh instansi dan pegawai pemerintah) tidak
cukup mempertimbangkan, atau bahkan bertentangan dengan, kepentingan dan
kebutuhan subyektif yang mendesak, dan tujuan-tujuan yang berorientasi pada
pembangunan para individu dan kelompok anggota.
Secara singkat dapat dibedakan tiga tipe
konflik tujuan yang satu sama lain tidak cukup serasi, yaitu :
a) Koperasi serba usaha yang diarahkan untuk
melaksanakan membawa pengaruh negatif terhadap kepentingan anggota atau
fungsi-fungsi yang merupakan tugas instansi pemerintah, yang terhadap loyalitas
hubungan antara anggota dan manajer
b) Perusahaan koperasi diarahkan bertentangan
dengan kepentngan paraanggota untuk menjual hasil produksi para anggota engan
harga yang lebih rendah dari harga pasar sebagai satu bentuk sumbangan terhadap
stabilisasi harga secara umum.
c) Mungkin terkandung maksud atau asumsi bahwa
perusahaan koperasi dapat meningkatkan kepentingan yang nyata atau sesungguhnya
dari para anggota dan merangsang perubahan sosial ekonomi itu,tidak
dipertimbangkan secara matang keadaan nyata dari para petani kecil yang menjadi
anggota, struktur lahan dan pola produksi mereka, kebutuhan dan tujuan mereka.
Ø Tahap
ketiga Otonomia
Setelah berhasil mencapai tingkat swadaya dan
otonom, koperasi-koperasi yang sebelumnya disponsori oleh Negara dan
mengembangkan dirinya sebagai organisasi swadaya koperasi bekerja sama dan
didukung oleh lembaga-lembaga koperasi sekunder dan tersier.
Tahap ini terlaksana
apabila peran pemerintah sudah bersifat proporsional. Artinya, koperasi sudah
mampu mencapai tahap kedudukan otonomi, berswadaya atau mandiri